Search

Search Engine

Search Engine

Senin, 29 Desember 2014


Windstruck (2004) BRRip FLV & 3GP + Subtitle Indonesia

Windstruck (2004) BRRip Subtitle Indonesia



windstruck.jpg
zvbzx21.png
Released Date 2004
Language Korea
Genre Drama | Comedy | Romance | Crime
Director Jae-young Kwak
Writers Jae-young Kwak
Starcast Gianna Jun, Hyuk Jang and
Info IMDb imdb_icon.gif
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8


SINOPSI:


seorang polisi wanita, Kyung- jin Yeo (Ji-hyun Jun) bertemu dengan Myung-woo Ko (Hyuk Jang) secara tak sengaja dalam suatu tindak kejahatan. Dia kemudian baru mengetahui kalau guru yang penuh tanggung jawab ini memang orang yang baik. Pada suatu malam, Kyungjin berkelahi dengan sebuah geng sekolah. Hasilnya, ia pun mendapat masalah ketika terjadi tembak menembak diantara pengedar obat bius.

Melihat hal tersebut, maka Myungwoo mencoba menolongnya tapi sesuatu yang berbeda terjadi, sebuah situasi yang memaksa mereka untuk tinggal bersama seharian. Dengan kejadian tersebut, mereka pun menjadi dekat dan akhirnya kedekatan itu membuat Myungwoo tak bisa mengingkari perasaannya. Dia pun jatuh cinta pada Kyungjin. Suatu hari ketika Kyungjin memburu penjahat sadis, Myungwoo membantunya tetapi tanpa disadari apa yang terjadi pada hari itu mengubah hubungan mereka selamanya.

Download film Windstruck (2004).3GP
File Format: 3gp
Durasi: 123 menit
Size: 289
SS:
sswindstruck.jpg

Server 1: http://adf.ly/sjKKo
Server 2: http://adf.ly/sjKSw

Subtitle: http://adf.ly/sjKaV

Cara Download Di Tusfile Via Opera Mini
Cara Melewati Adfly Via Opera Mini

Download film Windstruck (2004).FLV
File Format: FLV
Durasi: 123 menit
Size: 289
SS:
sswindstruck.jpg

Server 1: http://adf.ly/sjJta
Server 2: http://adf.ly/sjK62

Subtitle: http://adf.ly/sjKaV

Cara Download Di Tusfile Via Opera Mini
Cara Melewati Adfly Via Opera Mini


Attentions!!


Aplikasi untuk HANDPHONE yang di gunakan untuk memutar film dan cara pakainya? baca disini...! Baca di sini...!

Ada Link tidak bisa dibuka atau broken link atau masalah lainya?Silahkan beri komentar
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8

The Interview (2014) 360p + Subtitle Indonesia

The Interview (2014)



the-interview-2014.jpg
zvbzx21.png
Released Date 11 December 2014 (USA)
Country USA
Language English | Korean
Genre Action | Comedy
Director Evan Goldberg, Seth Rogen
Writers Dan Sterling
Starcast James Franco, Seth Rogen
Info IMDb imdb_icon.gif
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8
My Fan Page Apa%2BItu%2BFanPage.png


SINOPSI:


Film "The Interview" ini menceritakan tentang Dave Skylark (James Franco) adalah seeorang presenter yang sangat ahli mewawancarai para artis dari acara talk show 'Skylark Tonight'. Dibalik keahliannya itu, ada seorang produser sekaligus sahabatnya, Aaron Rapoport (Seth Rogen). Suatu hari mereka mendapat kesempatan untuk melakukan sebuah wawancara dengan Kim Jong-un, yaitu seorang diktator kejam yang memiliki senjata nuklir dari Korea Utara.

Dave dan Aaron yang mempersiapkan diri untuk berangkat menuju Korea Utara, namun secara tiba-tiba CIA meminta mereka untuk membunuh Kim. Kini mereka harus menerima misi dan menjadi seorang pembunuh dan mewawancarai orang yang paling berbahaya di dunia.

sethrogenjamesfrancopuppy1201.jpg
the-interview-james-franco-seth-rogen1.j
the-interview_612x380.jpg

Download film dari RYE 360p
File Format: mp4
Video Encode: AVC (H.264)
Audio Encode: AAC (Stereo)
Resolusi: 360p
Durasi: 1 Jam - 52 Menit - 10 Detik
Size: 273 MB
SS:
The_Interview_2014_WEB_DL_Rye_Movies_mp4
Download Single Link:
Click here...
UC: https://userscloud.com/71xe6cm5twbo
TF: http://www.tusfiles.net/5j4f7juuxgn6
SB: http://adf.ly/vXWNu
UF: http://adf.ly/vXWNv
HF: http://adf.ly/vXWNw
UP: http://adf.ly/vXWNx
BU: http://adf.ly/vXWNy
SF: http://adf.ly/vXWNz

Subtitle: webdl-interview-2014.zip | More
Bahasa: Indonesia [Manual]
Format : SUB & SRT
Cara Download Di Tusfile Via Opera Mini
Cara Melewati Adfly Via Opera Mini


Attentions!!


Aplikasi untuk HANDPHONE yang di gunakan untuk memutar film dan cara pakainya? baca disini...! Baca di sini...!

Ada Link tidak bisa dibuka atau broken link atau masalah lainya?Silahkan beri komentar
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8

Jumat, 26 Desember 2014

The Hunger Games: Mockingjay - Part 1 (2014) 360p + Subtitle Indonesia

The Hunger Games: Mockingjay - Part 1 (2014)



the-hunger-games-mockingj.jpg
zvbzx21.png
Released Date 19 November 2014 (Indonesia)
Country USA
Language English
Genre Action | Adventure
Director Francis Lawrence
Writers Peter Craig
Starcast Jennifer Lawrence, Josh Hutcherso
Info IMDb imdb_icon.gif
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8
My Fan Page Apa%2BItu%2BFanPage.png


SINOPSI:


Damn you Harry Potter, karena upaya empat tahun lalu untuk memanfaatkan potensi box-office dengan membagi film terakhir menjadi dua bagian kini perlahan akan bahkan telah menjadi trend baru yang menarik untuk dicoba. Bukan perlakuan yang merupakan sebuah dosa memang, namun masalahnya adalah tidak semua film adaptasi layak mendapatkan treatment seperti itu, tidak semua buku atau novel memiliki materi yang mumpuni untuk dipecah menjadi beberapa bagian, tentu ada hal positif, namun tidak sedikit pula hal negatif yang dapat muncul. Bagian pertama dari film terakhir trilogi perjuangan di negeri Panem ini menderita karena hal terakhir tadi, The Hunger Games: Mockingjay - Part 1, a bit forced, feeble, faint, and facile formality fission for farewell.

Perjuangan untuk membebaskan Panem dari tangan diktator bernama Coriolanus Snow (Donald Sutherland) kembali berlanjut, dimana setelah memberikan kejutan ketika berhasil “mencuri” Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) saat Quarter Quell tengah mencapai babak akhirnya, sosok dibalik layar dari perjuangan tersebut terus berusaha melanjutkan misi yang telah mereka rancang itu. Plutarch Heavensbee (Philip Seymour Hoffman) bersama seorang wanita bernama Alma Coin (Julianne Moore) telah merancang revolusi untuk secara bertahap mengambil alih Panem, dan usaha pertama mereka adalah mencoba memanfaatkan api pemberontakan yang telah terbakar dari jarak jauh, dari Distrik 13.

Ya, Katniss telah lekat dengan image Mockingjay, karena sikap “berani” yang ia perlihatkan saat berada di arena pertarungan The Hunger Games telah berhasil menarik perhatian mayoritas penduduk negeri Panem bahwa kebebasan yang mereka idamkan bukan sesuatu yang mustahil. Wanita muda ini menjadi pusat dari revolusi, ia seolah menjadi boneka dimana kelebihannya coba di eksplorasi untuk semakin memperbesar api pemberontakan, salah satu dengan menciptakan video propaganda. Tapi celakanya disisi lain Presiden Snow juga berupaya memadamkan pemberontakan, dan ia punya senjata yang sangat efektif, senjata yang mampu membuat Katniss menjadi goyah: Peeta Mellark (Josh Hutcherson).

Bukan hanya beberapa tapi sangat yakin banyak orang yang telah membaca novel trilogi The Hunger Games mengatakan bahwa Mockingjay merupakan buku paling lemah dari trilogi milik Suzanne Collins ini, tapi hal sebaliknya justru terjadi pada saya, super slightly better than Cathing Fire, dan imo merupakan buku terbaik dari trilogi ini. Mungkin pergeseran tema dari yang awalnya mayoritas berisikan aksi perjuangan “nyata” di lapangan kemudian sedikit bergerak menuju “mind war” atau pertarungan strategi banyak memberikan pengaruh pada penilaian bahwa Mockingjay adalah buku yang lemah, ia tidak bergerak sedinamis dua buku awalnya, ia memang lebih banyak berisikan permainan intrik dalam ketenangan tapi punya gesekan yang intens, bahkan emosi pada buku ini merupakan yang paling “manusia” dibalik status dua karakter utamanya yang sebatas menjadi puppet dari dua kubu yang berseteru.

Tapi seperti yang disebutkan diawal tadi bahwa tidak peduli seberapa menarik, intens, intim, menegangkan cerita yang dihasilkan sebuah novel, tidak semua dari mereka layak untuk dipecah untuk menjadi dua bagian, dan sikap licik dan keras kepala dari Lionsgate akhirnya mendapatkan pukulan yang keras di film ini. Meskipun berisikan permainan manipulatif dengan menggunakan media untuk mendorong unsur politik bergerak semakin kedepan, Mockingjay pada dasarnya tidak memiliki bahan yang cukup untuk dipecah menjadi dua bagian yang bukan hanya sama besar tapi juga sama baiknya, dimana drama dan action saling membantu.

Jadi jangan heran jika anda akan merasakan seperti ada sesuatu yang hilang di film ini dari apa yang pernah anda rasakan di dua film terdahulunya, karena The Hunger Games: Mockingjay - Part 1 sengaja bermain di sisi drama, dan sengaja menyimpan action untuk bagian keduanya. Apakah itu sesuatu yang salah? Tidak, tapi dampaknya Francis Lawrence kurang berhasil memberikan sebuah petualangan yang bukan hanya seimbang baik itu pada drama dan action, tapi sebuah petualangan yang juga terus mampu membakar daya tarik atau semangat penonton pada perjuangan yang dibangun karakter. Kurang dinamis, segala kenikmatan dan hal-hal menarik yang telah mereka bangun sejak awal seperti tidak mendapatkan kesempatan yang besar untuk bertumbuh dengan sangat baik.

Bukan berarti buruk, bahkan dari sisi konflik sendiri kita akan mudah untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi diantara Capitol, Distrik 13, dan seluruh Panem, dan upaya utama mereka untuk membuat penonton semakin penasaran dengan film keduanya juga terbilang baik, tapi masalahnya adalah ketimbang menjadi jembatan yang menghubungkan kita dari babak satu menuju babak kedua film ini lebih terasa sebagai sebuah extra time yang terlalu lunak. Ya, terlalu lunak, dan cerita menjadi masalah utamanya. Dampaknya sangat terasa ketika diawal kita punya penulis novel sebagai screenwriter, kemudian di film kedua kita mendapatkan dua penulis kelas Oscar, dan kali ini cerita ditulis oleh sosok dibalik kesuksesan tv- movie bertemakan politik, Game Change.

Akhirnya The Hunger Games: Mockingjay - Part 1 seperti terjebak sepenuhnya di tema terakhir tadi, permainan politik penuh intrik, menyaksikan karakter bergulat dengan rencana mereka di dalam bunker bawah tanah sembari sesekali diberikan situasi yang terjadi di distrik-distrik di luar sana. Lantas masalahnya apa? Masalahnya adalah disamping keputusan mereka untuk setia pada novel, Danny Strong dan Peter Craig tidak berhasil mengembangkan sinopsis diatas tadi untuk memperkokoh pesona dari perjuangan, tapi justru menjadikan perencanaan pemberontakan itu melemahkan sisi heroik Katniss yang telah terbangun selama ini, dan itu sangat disayangkan mengingat fakta bahwa sebuah peperangan besar telah menanti mereka.

Banyak bagian kecil yang dapat di potong dari film ini, untuk kemudian memberikan ruang bagi babak kedua yang sesungguhnya juga dapat digabungkan menjadi satu kemasan film. Francis Lawrence mungkin bisa beralasan ia ingin untuk semakin mengembangkan karakter, dan merubah warna cerita untuk semakin gelap, tapi progress yang ia berikan di dua hal tadi terasa kecil yang juga akan menjadikan anda mulai berpikiran lain, it’s all about business.

The Hunger Games: Mockingjay - Part 1 dapat dikatakan menjadi salah satu kejutan terbesar di tahun ini, sebuah kejutan yang cukup mengecewakan, sebuah kemasan yang tidak mampu mengalihkan atensi penonton dari upaya licik mereka di sektor keuntungan dengan memberikan hiburan yang menghibur dan menyenangkan. Drama yang terlalu stabil dalam pace yang tidak jarang terasa lesu menjadikan kesan liar dari perjuangan yang tercipta terasa sangat minim, sensasi dan thrill dari perjuangan yang telah ia miliki sejak awal juga mengalami downgrade yang cukup signifikan. The Hunger Games menjadi besar karena karena ia punya drama yang efektif dan tidak terlalu sentimental yang kemudian digabungkan bersama action yang penuh ketegangan, dan di film ini pola tadi di putar posisinya, melodrama dengan ketegangan yang minimalis.

Ya, sederhana, hanya itu yang menjadi masalah buat saya yang sulit untuk menyukai film yang membagi dua finale seperti ini, termasuk Harry Potter, karena THG kuat sebab ia punya drama dan action yang saling membantu, dan ketika salah satu dari mereka disimpan untuk babak kedua akhirnya ini hanya menjadi sebuah presentasi yang lunak.

Disamping cerita elemen lain tidak ada yang mengalami dowrgrade, sisi teknis masih tampil dengan standard yang telah mereka capai di film terdahulu, sedangkan divisi akting mungkin dapat menjadi alasan untuk tidak memberikan label kepada film ini sebagai film yang kacau, karena mayoritas dari mereka mampu memanfaatkan kesempatan yang mereka punya. Kali ini Jennifer Lawrence memperoleh tugas yang telah menjadi keahliannya, memancarkan emosi lewat akting yang sederhana. Kekacauan dan gejolak pikiran dan perasaan yang Katniss alami tergambarkan dengan manis, meskipun Katniss akhirnya harus sedikit kehilangan pesona pahlawan yang ia miliki namun aksi merenung mondar-mandir yang ia berikan mampu memberikan emosi yang baik dan pondasi bagi babak kedua nanti.

Kejutan berasal dari Philip Seymour Hoffman, Julianne Moore, dan Liam Hemsworth, peran mereka sangat terasa di film ini didalam perencanaan pemberontakan, meskipun memang lebih banyak disebabkan karakter mereka memiliki kesempatan yang lebih besar dibandingkan aktor lain, sebut saja Donald Sutherland, Woody Harrelson dan Elizabeth Banks. Pengecualian mungkin pada Josh Hutcherson, peran yang dimiliki oleh Peeta memang terbilang kecil tapi ia berhasil menjalankan tugasnya yang terbilang penting untuk memperluas cerita dengan cara yang efektif.

Overall, The Hunger Games: Mockingjay - Part 1 adalah film yang cukup memuaskan. Bayangkan saja jika di sepanjang film Batman yang masih pensiun bersama Alfred Pennyworth hanya bisa mempersiapkan upaya untuk nanti menyelamatkan Gotham di film kedua, ada proses tapi minim sensasi, atau mungkin yang lebih sederhana dimana tugas sebanyak 10 halaman dengan font size 12 tapi justru di buat dengan font size 24 hanya sebatas untuk mencapai syarat yang ditentukan. Tidak salah membagi film menjadi dua bagian untuk memanfaatkan potensi box-office, tapi hal tersebut harus di imbangi dengan keberhasilan menjadikan bagian pembuka tetap terasa menarik, memberikan sebuah perkembangan yang bukan hanya terasa segar, tapi mampu menjaga pencapaian yang telah mereka raih, dari pesona, emosi, dan sensasi, yang di film ini tidak semuanya berhasil tampil kuat, ada yang menjadi redup, ada yang terasa terlalu lunak. Remember, girl on fire, I'm still betting on you!

the-hunger-games-mockingjay-part-1-downl
Katniss-Gale.jpg
2014-THE-HUNGER-GAMES-----012.jpg

Download film The Hunger Games: Mockingjay - Part 1 (2014) HDCAM Subtitle Indonesia MP4 360p
File Format: mp4
Video Encode: AVC (H.264)
Audio Encode: AAC (Stereo)
Resolusi: 360p
Durasi: 1 Jam - 52 Menit - 08 Detik
Size: 263 MB
SS:
The_Hunger_Games_Mockingjay_PART1_2014_H
Download Single Link:
Click here...
UC: https://userscloud.com/8avfjq0bvcit
TF: http://www.tusfiles.net/r11dphfkjauj
SB: http://adf.ly/vZ5Ai
UF: http://adf.ly/vZ5WJ
HF: http://adf.ly/vZ5Aj
UP: http://adf.ly/vZ5Ak
BU: http://adf.ly/vZ5Al
SF: http://adf.ly/vZ5Am

Subtitle: hdcam-mockingjay1-2014.zip | More Sub
Bahasa: Indonesia [Manual]
Format : SUB & SRT
Cara Download Di Tusfile Via Opera Mini
Cara Melewati Adfly Via Opera Mini


Attentions!!


Aplikasi untuk HANDPHONE yang di gunakan untuk memutar film dan cara pakainya? baca disini...! Baca di sini...!

Ada Link tidak bisa dibuka atau broken link atau masalah lainya?Silahkan beri komentar
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8

Maleficent (2014) BluRay 1080p + Subtitle Indonesia

Maleficent (2014)



maleficent-bluray.jpg
zvbzx21.png
Released Date 30 May 2014
Country USA
Language English
Genre Action | Adventure
Director Robert Stromberg
Writers Linda Woolverton
Starcast Angelina Jolie, Elle Fanning,
Info IMDb imdb_icon.gif
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8
My Fan Page Apa%2BItu%2BFanPage.png


SINOPSI:


Lupakan sejenak keberadaan Angelina Jolie di posisi terdepan, pertanyaan pertama yang hadir dari Maleficent adalah apa yang ia ingin gambarkan mengingat statusnya sendiri yang merupakan seorang villain? Kejahatan? Ternyata tidak, ini bukan film dimana penjahat murni hanya menjalankan tugasnya sebagai penjahat di panggung utama, karena secara mengejutkan ia punya kehangatan sederhana sebuah cinta pada dongeng yang telah mendapat sedikit perputaran kecil itu. Maleficent, a good enough brave and modern fairytale reimagining.

Ketika ia masih muda Maleficent (Isobelle Molloy) memiliki sebuah mimpi untuk menyatukan kesenjangan antara dua kerajaan besar yang terpisahkan oleh sebuah lembah, kerajaan berisikan para manusia dan kerajaan tempat ia tinggal, The Moors, alam para peri. Tekad tersebut semakin besar ketika Maleficent bertemu dengan manusia yang tersesat di hutan mereka, Stefan (Michael Higgins), anak Raja Henry yang langsung menghadirkan rasa cinta di hati Maleficent, bahkan telah bergerak serius dengan memberikan sebuah ciuman yang ia sebut “ciuman cinta sejati.”

Namun kisah mereka kandas setelah Stefan menghilang dalam jangka waktu yang sangat lama. Stefan (Sharlto Copley) kembali datang ke The Moors ketika ia telah dewasa, namun sayangnya dengan membawa niat berbeda, yang kemudian membuat Maleficent (Angelina Jolie) murka. Rasa patah hati itu berujung niat balas dendam, bersama dengan orang kepercayaannya, Diaval (Sam Riley), Maleficent mendatangi kerajaan para manusia dan kemudian memberikan kutukan pada sasaran utamanya, putri Stefan. Maleficent menyihir Princess Aurora (Elle Fanning) akan jatuh kedalam sebuah tidur panjang menjelang ulang tahunnya yang ke 16, dan hanya dapat bangun setelah mendapatkan sebuah ciuman cinta sejati, hal yang dipercaya oleh Maleficent tidak pernah eksis dan turut menciptakan rasa ragu didalam dirinya.

Naskah merupakan sumber utama yang menyebabkan daur ulang dengan sedikit sentuhan berbeda dari kisah Sleeping Beauty yang terkenal itu gagal mencapai potensi yang ia punya. Ya, sesungguhnya jika berbicara potensi Maleficent berada pada level yang cukup besar terlepas dari hadirnya Angelina Jolie sebagai “power” di sisi lain, bagaimana ketika semua alur yang mungkin telah menjadi hafalan bagi mayoritas penontonnya dari kutukan hingga ciuman sejati itu coba untuk sedikit dilukai dengan memutar posisi dari para karakter, menempatkan si baik yang kini harus puas hanya memegang peran pendukung dengan segala keterbatasan gerak dan kontribusi, dan kemudian menaruh si jahat dengan peran fokus utama sebagai pusat dan juga subjek yang menggerakkan cerita.

Menarik, terlebih dengan kehadiran narator lewat suara Janet McTeer, Robert Stromberg berhasil menciptakan impresi awal yang memikat. Pergantian point of view itu tidak mengganggu, Mistress of All Evil itu langsung klik pada posisinya dan dari sana sosok yang pernah terlibat pada Avatar, Alice in Wonderland, dan Oz the Great and Powerful ini mulai merajut cerita yang ditulis ulang oleh Linda Woolverton kedalam sebuah dunia yang bukan hanya mampu membawa kembali fantasi itu namun juga memberikan posisi yang sangat nyaman bagi penontonnya.

Mengejutkan, Maleficent mampu menghadirkan alur cerita yang terus mengalir dengan baik meskipun di lain sisi tampak sangat jelas ia menunggu datangnya babak akhir dengan berjalan mondar-mandir seolah tanpa tujuan yang kuat. Hal tadi setidaknya mampu membuang kesempatan bagi hal-hal minus minor lain seperti dinamika cerita yang liar dan sering terputus-putus serta pengembangan karakter yang gelap itu untuk menghancurkan perhatian penontonnya pada point utama yang ia usung, hati nurani.

Ya, ini bukan sebatas pertarungan antara si jahat dan si baik yang ditempatkan hanya sebagai cover, Robert Stromberg merubahnya menjadi sedikit lebih dewasa dengan sentuhan feminism yang kuat, menempatkan kompleksitas emosi terhadap masalah yang dimiliki oleh karakter Maleficent untuk menarik simpati penontonnya. Maleficent seperti gabungan antara Despicable Me dengan Frozen, punya unsur hitam pada karakter lengkap dengan misteri dangkal, berupaya untuk memanusiakan karakter jahat sembari mencoba menggambarkan makna cinta dari sudut yang berbeda. Sangat mudah untuk masuk dan terlibat dalam cerita, penyebabnya adalah Robert Stromberg paham bagaimana menjadikan kisah ini terus tampil mengkilap, terus membuat penontonnya terjaga saat mengikuti plot cerewet yang terlalu sibuk untuk mengemis atensi, dari tingkah komikal konyol tiga peri (Imelda Staunton, Juno Temple, Lesley Manville) yang menjadi versi imut dari Three Stooges dengan kontribusi tidak kuat, hingga aksi bermain-main yang sebenarnya disengaja untuk mempertebal gejolak emosi Maleficent tapi sayangnya tidak semua terasa penting.

Ya, mixed memang, ia punya inti yang kuat meskipun predictable, tapi cara Linda Woolverton memanjangkan cerita untuk memperdalam senjata utamanya itu yang terasa lemah, memasukkan nafas modern kedalam cerita asli terasa kurang klik di beberapa bagian. Ada pula kesan ambigu yang kuat disini, pergeseran pada motif utama yang seperti dibiarkan bergerak bebas oleh Robert Stromberg, berubah secara berkala yang sayangnya tidak dibantu dengan kontrol yang baik pada kombinasi kecepatan gerak dan juga naskah, penceritaan sering kali terasa kurang intens yang menyebabkan resolusi terasa canggung. Hal yang sama juga terjadi pada adegan aksi yang tidak semua mampu menjadi bumbu yang mengesankan bagi cerita. So, what makes it work? Angelina Jolie.

Terlepas dari naik dan turunnya performa dari karakter miliknya sepanjang cerita, dengan tulang pipi prosthetics yang terinspirasi dari cover album Lady Gaga, mata tajam, dan tanduk di atas kepala Angelina Jolie mampu menjalankan tugasnya sebagai tumpuan utama untuk terus membawa maju cerita, ia mampu menghadirkan kompleksitas dari perasaan seorang wanita yang ditemani dengan kedalaman emosi yang mumpuni, hal yang mampu menarik simpati penonton pada konflik internal yang ia punya. Kinerja yang baik mengingat Jolie hanya sedikit dibantu oleh Elle Fanning dan Sam Riley, dan harus kehilangan Sharlto Copley yang tidak punya kesempatan lebih untuk menjalankan tugasnya sebagai “real enemy.”

Overall, Maleficent adalah film yang cukup memuaskan. Punya keseimbangan dalam plus dan minus, Maleficent sangat bergantung pada interpretasi penonton terhadap cerita yang telah sedikit diputar ini. Ini bukan tentang penjahat melakukan tugasnya sebagai penjahat, Maleficent mencoba membawa dongeng klasik itu menjadi sebuah pertarungan internal yang sedikit dewasa dan sedikit kompleks dengan bertumpu sepenuhnya pada sisi emosional, ia kemas dengan sedikit bersenang-senang bersama elemen teknis yang cukup terampil dan gerak mondar- mandir yang canggung. Petualangan cukup menyenangkan yang gagal meraih potensi penuh pesona yang ia punya.

maleficent-maleficent-2014-37052303-1279
Maleficent-flying.png
maleficent3.jpg

Download film Maleficent (2014) 3D BluRay 1080p 5.1CH Half-SBS x264
File Format : MKV
Resolusi: 1080p
Durasi: 1 Jam - 37 Menit - 28 Detik
Size: 1.5 GB
SS:
Maleficent_2014_Blu_Ray_Ryemovies_mp4_th
IDUP.IN: http://idup.in/xjfk2r5alofz
MyLinkGen:
http://mylinkgen.com/p/MTUyNg

Subtitle: br-mlficent-2014.zip | More
Bahasa: Indonesia [Manual]
Format : SUB & SRT
Cara Download Di Tusfile Via Opera Mini
Cara Melewati Adfly Via Opera Mini


Attentions!!


Aplikasi untuk HANDPHONE yang di gunakan untuk memutar film dan cara pakainya? baca disini...! Baca di sini...!

Ada Link tidak bisa dibuka atau broken link atau masalah lainya?Silahkan beri komentar
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8

Maleficent (2014) BluRay 720p + Subtitle Indonesia

Maleficent (2014)



maleficent-bluray.jpg
zvbzx21.png
Released Date 30 May 2014
Country USA
Language English
Genre Action | Adventure
Director Robert Stromberg
Writers Linda Woolverton
Starcast Angelina Jolie, Elle Fanning,
Info IMDb imdb_icon.gif
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8
My Fan Page Apa%2BItu%2BFanPage.png


SINOPSI:


Lupakan sejenak keberadaan Angelina Jolie di posisi terdepan, pertanyaan pertama yang hadir dari Maleficent adalah apa yang ia ingin gambarkan mengingat statusnya sendiri yang merupakan seorang villain? Kejahatan? Ternyata tidak, ini bukan film dimana penjahat murni hanya menjalankan tugasnya sebagai penjahat di panggung utama, karena secara mengejutkan ia punya kehangatan sederhana sebuah cinta pada dongeng yang telah mendapat sedikit perputaran kecil itu. Maleficent, a good enough brave and modern fairytale reimagining.

Ketika ia masih muda Maleficent (Isobelle Molloy) memiliki sebuah mimpi untuk menyatukan kesenjangan antara dua kerajaan besar yang terpisahkan oleh sebuah lembah, kerajaan berisikan para manusia dan kerajaan tempat ia tinggal, The Moors, alam para peri. Tekad tersebut semakin besar ketika Maleficent bertemu dengan manusia yang tersesat di hutan mereka, Stefan (Michael Higgins), anak Raja Henry yang langsung menghadirkan rasa cinta di hati Maleficent, bahkan telah bergerak serius dengan memberikan sebuah ciuman yang ia sebut “ciuman cinta sejati.”

Namun kisah mereka kandas setelah Stefan menghilang dalam jangka waktu yang sangat lama. Stefan (Sharlto Copley) kembali datang ke The Moors ketika ia telah dewasa, namun sayangnya dengan membawa niat berbeda, yang kemudian membuat Maleficent (Angelina Jolie) murka. Rasa patah hati itu berujung niat balas dendam, bersama dengan orang kepercayaannya, Diaval (Sam Riley), Maleficent mendatangi kerajaan para manusia dan kemudian memberikan kutukan pada sasaran utamanya, putri Stefan. Maleficent menyihir Princess Aurora (Elle Fanning) akan jatuh kedalam sebuah tidur panjang menjelang ulang tahunnya yang ke 16, dan hanya dapat bangun setelah mendapatkan sebuah ciuman cinta sejati, hal yang dipercaya oleh Maleficent tidak pernah eksis dan turut menciptakan rasa ragu didalam dirinya.

Naskah merupakan sumber utama yang menyebabkan daur ulang dengan sedikit sentuhan berbeda dari kisah Sleeping Beauty yang terkenal itu gagal mencapai potensi yang ia punya. Ya, sesungguhnya jika berbicara potensi Maleficent berada pada level yang cukup besar terlepas dari hadirnya Angelina Jolie sebagai “power” di sisi lain, bagaimana ketika semua alur yang mungkin telah menjadi hafalan bagi mayoritas penontonnya dari kutukan hingga ciuman sejati itu coba untuk sedikit dilukai dengan memutar posisi dari para karakter, menempatkan si baik yang kini harus puas hanya memegang peran pendukung dengan segala keterbatasan gerak dan kontribusi, dan kemudian menaruh si jahat dengan peran fokus utama sebagai pusat dan juga subjek yang menggerakkan cerita.

Menarik, terlebih dengan kehadiran narator lewat suara Janet McTeer, Robert Stromberg berhasil menciptakan impresi awal yang memikat. Pergantian point of view itu tidak mengganggu, Mistress of All Evil itu langsung klik pada posisinya dan dari sana sosok yang pernah terlibat pada Avatar, Alice in Wonderland, dan Oz the Great and Powerful ini mulai merajut cerita yang ditulis ulang oleh Linda Woolverton kedalam sebuah dunia yang bukan hanya mampu membawa kembali fantasi itu namun juga memberikan posisi yang sangat nyaman bagi penontonnya.

Mengejutkan, Maleficent mampu menghadirkan alur cerita yang terus mengalir dengan baik meskipun di lain sisi tampak sangat jelas ia menunggu datangnya babak akhir dengan berjalan mondar-mandir seolah tanpa tujuan yang kuat. Hal tadi setidaknya mampu membuang kesempatan bagi hal-hal minus minor lain seperti dinamika cerita yang liar dan sering terputus-putus serta pengembangan karakter yang gelap itu untuk menghancurkan perhatian penontonnya pada point utama yang ia usung, hati nurani.

Ya, ini bukan sebatas pertarungan antara si jahat dan si baik yang ditempatkan hanya sebagai cover, Robert Stromberg merubahnya menjadi sedikit lebih dewasa dengan sentuhan feminism yang kuat, menempatkan kompleksitas emosi terhadap masalah yang dimiliki oleh karakter Maleficent untuk menarik simpati penontonnya. Maleficent seperti gabungan antara Despicable Me dengan Frozen, punya unsur hitam pada karakter lengkap dengan misteri dangkal, berupaya untuk memanusiakan karakter jahat sembari mencoba menggambarkan makna cinta dari sudut yang berbeda. Sangat mudah untuk masuk dan terlibat dalam cerita, penyebabnya adalah Robert Stromberg paham bagaimana menjadikan kisah ini terus tampil mengkilap, terus membuat penontonnya terjaga saat mengikuti plot cerewet yang terlalu sibuk untuk mengemis atensi, dari tingkah komikal konyol tiga peri (Imelda Staunton, Juno Temple, Lesley Manville) yang menjadi versi imut dari Three Stooges dengan kontribusi tidak kuat, hingga aksi bermain-main yang sebenarnya disengaja untuk mempertebal gejolak emosi Maleficent tapi sayangnya tidak semua terasa penting.

Ya, mixed memang, ia punya inti yang kuat meskipun predictable, tapi cara Linda Woolverton memanjangkan cerita untuk memperdalam senjata utamanya itu yang terasa lemah, memasukkan nafas modern kedalam cerita asli terasa kurang klik di beberapa bagian. Ada pula kesan ambigu yang kuat disini, pergeseran pada motif utama yang seperti dibiarkan bergerak bebas oleh Robert Stromberg, berubah secara berkala yang sayangnya tidak dibantu dengan kontrol yang baik pada kombinasi kecepatan gerak dan juga naskah, penceritaan sering kali terasa kurang intens yang menyebabkan resolusi terasa canggung. Hal yang sama juga terjadi pada adegan aksi yang tidak semua mampu menjadi bumbu yang mengesankan bagi cerita. So, what makes it work? Angelina Jolie.

Terlepas dari naik dan turunnya performa dari karakter miliknya sepanjang cerita, dengan tulang pipi prosthetics yang terinspirasi dari cover album Lady Gaga, mata tajam, dan tanduk di atas kepala Angelina Jolie mampu menjalankan tugasnya sebagai tumpuan utama untuk terus membawa maju cerita, ia mampu menghadirkan kompleksitas dari perasaan seorang wanita yang ditemani dengan kedalaman emosi yang mumpuni, hal yang mampu menarik simpati penonton pada konflik internal yang ia punya. Kinerja yang baik mengingat Jolie hanya sedikit dibantu oleh Elle Fanning dan Sam Riley, dan harus kehilangan Sharlto Copley yang tidak punya kesempatan lebih untuk menjalankan tugasnya sebagai “real enemy.”

Overall, Maleficent adalah film yang cukup memuaskan. Punya keseimbangan dalam plus dan minus, Maleficent sangat bergantung pada interpretasi penonton terhadap cerita yang telah sedikit diputar ini. Ini bukan tentang penjahat melakukan tugasnya sebagai penjahat, Maleficent mencoba membawa dongeng klasik itu menjadi sebuah pertarungan internal yang sedikit dewasa dan sedikit kompleks dengan bertumpu sepenuhnya pada sisi emosional, ia kemas dengan sedikit bersenang-senang bersama elemen teknis yang cukup terampil dan gerak mondar- mandir yang canggung. Petualangan cukup menyenangkan yang gagal meraih potensi penuh pesona yang ia punya.

maleficent-maleficent-2014-37052303-1279
Maleficent-flying.png
maleficent3.jpg

Download film Maleficent (2014) BluRay 720p
File Format : MKV
Resolusi: 720p
Durasi: 1 Jam - 37 Menit - 28 Detik
Size: 750 MB
SS:
Maleficent_2014_Blu_Ray_Ryemovies_mp4_th
IDUP.IN: http://idup.in/k6efc42r3i33
MyLinkGen:
http://mylinkgen.com/p/MTM5OA

Subtitle: br-mlficent-2014.zip | More
Bahasa: Indonesia [Manual]
Format : SUB & SRT
Cara Download Di Tusfile Via Opera Mini
Cara Melewati Adfly Via Opera Mini


Attentions!!


Aplikasi untuk HANDPHONE yang di gunakan untuk memutar film dan cara pakainya? baca disini...! Baca di sini...!

Ada Link tidak bisa dibuka atau broken link atau masalah lainya?Silahkan beri komentar
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8

Night at the Museum 2: Battle of the Smithsonian (2009) BluRay 1080p + Subtitle Indonesia

Night at the Museum: Battle of the Smithsonian (2009)



nightatthemuseum2-2009.jpg
zvbzx21.png
Released Date 22 May 2009 (USA)
Country USA | Canada
Language English
Genre Action | Adventure
Director Shawn Levy
Writers Robert Ben Garant
Starcast Ben Stiller, Owen Wilson
Info IMDb imdb_icon.gif
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8
My Fan Page Apa%2BItu%2BFanPage.png


SINOPSI:


Sejak hasil temuannya dipatenkan, Larry Daley (Ben Stiller) berhasil mendapat banyak uang dan memutuskan untuk pensiun dari pekerjaannya sebagai penjaga museum. Namun ketika American Museum of Natural History direnovasi dan seluruh isi museum ini dipindahkan ke Smithsonian Institution di Washington Larry tak punya pilihan lain selain menyusul ke Washington.

Larry khawatir kalau 'kejadian buruk' yang sempat menimpanya sebelum berhenti menjadi petugas keamanan akan terulang lagi dan sepertinya kekhawatiran Larry ini beralasan. Seperti kasus yang terjadi sebelumnya, Larry kembali harus berurusan dengan benda-benda museum yang tiba- tiba bangkit dan mengacaukan seluruh isi museum. Kali ini yang jadi penyebab masalah adalah Ahkmenrah (Rami Malek), firaun jahat yang bermaksud membangkitkan seluruh isi museum.

Terpaksa Larry harus berhadapan dengan seluruh tokoh sejarah yang peninggalannya tersimpan di dalam Smithsonian. Ini bukanlah pekerjaan mudah karena Smithsonian memiliki koleksi 136 juta barang dari masa lalu. Bayangkan betapa kacaunya ketika Amelia Earhart, Al Capone, Theodore Roosevelt, Napoleon Bonaparte, Albert Einstein, Charles Darwin hingga Attila the Hun semuanya bangkit dari kubur.

Menonton film ini tak ubahnya seperti mengenang kembali kisah yang sudah lewat. Tak banyak yang berubah pada film ini jika dibandingkan dengan Night at the Museum (2006) yang dilepas sekitar dua tahun sebelumnya itu. Malahan film ini lebih tepat dibilang reboot ketimbang sebuah sekuel. Yang ada cuma kejadian yang sama dan tokoh yang sama dengan lokasi yang baru. Ada kesan seolah sutradara dan penulis naskah tak puas dengan film yang pertama dan ingin membuatnya lebih 'kolosal'.

Dan kalau memang ini yang dimaksud, pemilihan Smithsonian sebagai lokasi jelas tak salah. Museum Smithsonian hampir dua puluh kali lebih besar dari Natural History Museum (lokasi film pertama) dan ini memberikan ruang untuk lebih kreatif.

Selain Ben Stiller, sebagian besar karakter dari film pertama juga ikut kembali bermain dalam film ini dan itu makin menguatkan asumsi bahwa film ini adalah reboot. Beberapa karakter baru pun dimunculkan untuk mengisi 'ruang' yang lebih besar ini dan hasilnya adalah 'kekacauan' yang lebih besar dari film pertama.

Perbedaan lain yang tak terlalu menyolok mungkin adalah nada komedi yang mulai bergeser ke arah 'lebih dewasa'. Sayang, karena film ini sebenarnya lebih punya potensi sebagai film komedi untuk keluarga seperti film yang pertama. Tapi secara keseluruhan, film ini terasa lebih bagus dari film pertamanya. Ide 'mengajak orang kembali menengok sejarah' memang patut diacungi jempol (satu lagi alasan untuk menyebut film ini sebagai reboot).

Night-at-the-Museum-Battle-of-the-Smiths
Night-at-the-Museum-Battle-of-the-Smiths
22night600.1.jpg

Download film Night at the Museum: Battle of the Smithsonian (2009) BluRay 1080p
File Format : MKV
Resolusi: 1080p
Durasi: 1 Jam - 44 Menit - 43 Detik
Size: 1.3 GB
SS:
Night_at_the_Museum_Battle_of_the_Smiths
IDUP.IN: http://idup.in/se9t3j2rabmk
MyLinkGen:
http://mylinkgen.com/p/MTI2OQ

Subtitle: br-nghtmuseum-2-2009.zip | More
Bahasa: Indonesia [Manual]
Format : SUB & SRT
Cara Download Di Tusfile Via Opera Mini
Cara Melewati Adfly Via Opera Mini


Attentions!!


Aplikasi untuk HANDPHONE yang di gunakan untuk memutar film dan cara pakainya? baca disini...! Baca di sini...!

Ada Link tidak bisa dibuka atau broken link atau masalah lainya?Silahkan beri komentar
Follow My Blog 84ac2f5ddba545993ce2a51ee147a0b508d05ea8